Rabu, 28 Desember 2011 - 0 komentar

Hakikat Dasar Mahasiswa

Dalam dunia perkuliahan utk sekarang ini, banyak mahasiswa yang sangat terpaku pada pencapaian prestasi akademik semata. Semakin berkurangnya kepedulian utk berorganisasi, sesungguhnya menjadi titik kemunduran kualitas SDM dari mahasiswa itu sendiri. Banyak factor yang dapat “disalahkan” jika menganalisis permasalahan ini, misalnya :
  1. Gaya dan pola hidup pergaulan generasi muda zaman sekarang yang telah banyak dirasuki paham “hedonisme” (pandangan yang berdasarkan pada kesenangan dan kenikmatan sebagai materi mendasar dalam kehidupan), sehingga menurunkan tingkat pendewasaan, kesadaran diri dan bahkan rasa solidaritas. 
  2. Kurangnya dukungan dari pihak-pihak terkait dalam merumuskan tujuan organisasi 
  3. Menurunnya pola pemikiran kritis mahasiswa dalam mengatasi dilema dan polemic berorganisasi dan masalah-masalah lain yg cukup mendasar. 
Jika kita lihat dari makna Mahasiswa yang sesungguhnya, yaitu Maha-siswa yang berasal dari kata “Maha” yang artinya sesuatu yang paling tinggi dan hebat serta kata “siswa” yang berarti orang yang menuntut ilmu. Maka secara sederhana, Mahasiswa dapat kita artikan sebagai orang-orang yang menuntut ilmu setinggi-tingginya. Ini artinya, bahwa seorang mahasiswa dituntut utk menyerap ilmu yang sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya, tak terbatas.


Menurut saya, sejatinya seorang mahasiswa seharusnya dibekali dengan dua ilmu, yaitu :
1. Hard skill
2. Soft skill


Yang dimaksud dengan Hard Skill disini adalah pengetahuan, wawasan dan keterampilan spesifik yang telah ditentukan berdasarkan silabus perkuliahan, . Sementara soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan dengan karakter diri yang mencakup sifat kepribadian, keterampilan sosial, komunikasi, bahasa, kedewasaan, keramahan dimana point-point itu menjadi “ciri khas” setelah mengeksistensikan diri ke dalam masyarakat. Dengan kata lain hard skills lebih bersifat akademik sementara soft skills bersifat non akademik. Potensi akademik diraih dari silabus perkuliahan, sedangkan potensi non akademis diraih melalui pembelajaran berorganisasi.


Hardskill sudah pasti dibutuhkan untuk bisa memenuhi spesifikasi pekerjaan. Namun adalah softskill yang bisa membuat seseorang bisa betul-betul bekerja dan dipertimbangkan untuk progresifitas kinerjanya. Ini karena softskill menentukan kemampuan seseorang dalam menyikapi situasi dan kondisi pekerjaan, organisasi, rekan kerja, dan pihak-pihak ekstern yang terkait. Softskill tidak hanya berkisar pada keterampilan komunikasi, namun juga melingkupi kemampuan untuk mengelola stres, kemampuan untuk mengelola disiplin pribadi, dan kemampuan untuk memecahkan masalah.


Kenyataan yang banyak terlihat dalam kehidupan sehari-hari adalah dimana potensi akademis dan potensi non akademis yang seharusnya tumbuh sejajar dan saling mengisi justru menjadi dua titik yang berkontradiktif. Di sebagian universitas, potensi akademik justru lebih ditonjolkan dan tak jarang juga pada situasi sebaliknya.
Setiap individu dalam kelembagaan pendidikan, tentunya memiliki peran masing-masing yang tidak selamanya dapat menimbulkan koordinasi dan interaksi positif. Baik dan buruknya proses kontribusi dari masing-masing pihak hendaknya dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam menghadapi dinamika dan polemik bermasyarakat, demi terciptanya tatanan kehidupan yang lebih baik

0 komentar:

Posting Komentar